Rabu, 07 Juli 2010

filosofi alam

apapun yang kita lakukan, bagaimana perjalanan hidup kita, kita harus kembali
pada filosofi alam.
kita memang harus kembali ke alam.
alam yang tenang, yang bijaksana, yang tidak grasa-grusu, yang tidak cepat naik
pitam. alam menjadi penyeimbang perjalanan apa-apa yang ada dibumi, menyelaraskan
keruwetan yang mungkin bisa jadi penyebab migrain paling yahud.

alam juga normal, artinya dia bisa marah, bisa ngamuk, bisa jadi semacam monster
yang gak kira-kira kalau menyapu apa-apa yang ada dihadapannya.

alam dengan segala sesuatunya memberikan semacam ide, bahwa hidup ini memang
tidak boleh grasa-grusu, yang kalem kalau jalan, yang santai kalau bicara,
yang tenang sajalah, karena hidup memang tidak memberikan apa-apa, selain
perjalanan sebagai proses.

sebagai orang kota a.k.a orang yang hidup di perkotaan, rasanya pegunungan
menjadi semacam oase, semcam peneduh, semacam rumah.

aroma daun dan segala yang menyertainya masih bisa saya hirup di atas motor,
meski kini hutan yang sebenarnya adalah jalanan brutal tempat kendaraan
bermotor saling berlomba entah menuju mana.

pohon saya kini menjadi tiang-tiang listrik dan lampu jalan raya, kicau burung
adalah klakson mobil yang tanpa babibu mengusik desibel telinga.

tapi, jauh dari itu semua, alam memberi ide baru, membari penyegar, memberi nuansa
yang bagai sebuah senja paling indah di akhir hari yang buruk.

Seperti sifat air, mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah dan sejuk/dingin. Hal ini bermakna bahwa seorang pemimpin harus bisa menyatu dengan rakyat sehingga bisa mengetahui kebutuhan riil rakyatnya. Rakyat akan merasa sejuk, nyaman, aman, dan tentram bersama pemimpinnya. Kehadirannya selalu diharapkan oleh rakyatnya.

Pemimpin dan rakyat adalah mitra kerja dalam membangun persada tercinta ini. Tanpa rakyat, tidak ada yang jadi pemimpin, tanpa rakyat yang mencintainya, tidak ada pemimpin yang mampu melakukan tugas yang diembannya sendirian.

Seperti halnya sifat angin, dia ada di mana saja/tak mengenal tempat dan adil kepada siapa pun. Hal ini bermakna, seorang pemimpin harus berada di semua strata/lapisan masyarakatnya dan bersikap adil, tak pernah diskriminatif (membeda-bedakan).

Seperti sifat bulan, yang terang dan sejuk. Hal ini bermakna, seorang pemimpin mampu menawan hati rakyatnya dengan sikap keseharian yang tegas/jelas dan keputusannya yang tidak menimbulkan potensi konflik. Kehadiran pemimpin bagi rakyat menyejukkan, karena aura sang pemimpin memancarkan kebahagiaan dan harapan.

Seperti sifat matahari yang memberi sinar kehidupan yang dibutuhkan oleh seluruh jagat. Hal ini bermakna, energi positif seorang pemimpin dapat memberi petunjuk/jalan/arah dan solusi atas masalah yang dihadapi rakyatnya.

Seperti sifat lautan, luas tak bertepi, setiap hari menampung apa saja (air dan sampah) dari segala penjuru, dan membersihkan segala kotoran yang dibuang ke pinggir pantai. Bagi yang memandang laut, yang terlihat hanya kebeningan air dan timbulkan ketenangan. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan hati dan pandangan, dapat menampung semua aspirasi dari siapa saja, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan pengertian terhadap rakyatnya.

Seperti sifat gunung, yang teguh dan kokoh, seorang pemimpin harus memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah untuk membela kebenaran maupun membela rakyatnya. Tetapi juga penuh hikmah tatkala harus memberikan sanksi. Dampak yang ditimbulkan dengan cetusan kemarahan seorang pemimpin diharapkan membawa kebaikan seperti halnya efek letusan gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah.

Seperti sifat api, energi positif seorang pemimpin diharapkan mampu menghangatkan hati dan membakar semangat rakyatnya mengarah kepada kebaikan, memerangi kejahatan, dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya.

menjadi seperti alam, itu yang sekarang coba saya jalani.
berhasil atau tidak, itu tidak penting, seperti juga makna hidup, begitu juga
tentang pilihan, menjalani pilihan itu adalah yang terpenting...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar